Beberapa dari mereka berdomisili di sekitar daerah obyek wisata seperti Iboih, Gapang dan sebagian kecil di Sumur Tiga dan Anoi Itam. Sedangkan masyarakat yang berada jauh dari obyek wisata, hampir tidak merasakan adanya benefit dari sektor wisata.
Jadi, masalahnya apa? Bukankah daerah ini sejak dulu digadang-gadangkan jadi andalan wisata Aceh. Lagi pula kesadaran masyarakat terhadap keberadaan pariwisata didaerahnya mesti tumbuh sejalan perkembangan kepariwisataan itu sendiri. Nah, ada perosalan apa sebenarnya dengan pariwisat Sabang.
Menurut pegiat NGO, Fakhrulsyah Mega, yang belum dilakukan selama adalah "transformasi knowledge". Masyarakat belum diberikan pemahaman, apa benefit sektor pariwisata buat mereka. Apa peran, partisipasi dan kontribusi masyarakat. Minimnya Transformasi Knowledge mempunyai korelasi yang erat dengan rendahnya pemahaman masyarakat terhadap sektor wisata.
Secara tidak langsung, faktor ini membuat masyarakat enggan kurang berminat untuk terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Padahal dalam konteks pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism), keterlibatan masyarakat merupakan hal yang paling substansi. Dalam hal saya pikir tak jadi soal kalau masyarakat "diprovokasi" untuk melibatkan diri dalam pembangunan sektor pariwisata.
Kalau ingin berhasil pembangunan sektor pariwisata di Sabang, maka pilihannya menurut Fakhrul tak ada lain, masyarakat harus diberikan pemahaman apa manfaat pariwisata bagi mereka. Pandangan Fakhrul dalam amatan saya ada benarnya jika dilihat dari realitas masyarakat Sabang hari ini. Dengan mengecualikan masyarakat di sekitar daerah obyek wisata, maka umumnya masyarakat Sabang masih belum menilai adanya manfaat dan peluang yang bisa mereka raih dari sektor ini.
Padahal ada sejumlah peluang pekerjaan dan bisnis yang bisa mereka dapatkan, misalnya saja dengan menjadi pemandu wisata (guide), membuka bisnis suvenir, maupun menjual jasa yang berkaita dengan sektor wisata. Atau menjadi agen dan biro perjalan ke Sabang (inbound tour).(kpw).
Secara tidak langsung, faktor ini membuat masyarakat enggan kurang berminat untuk terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Padahal dalam konteks pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism), keterlibatan masyarakat merupakan hal yang paling substansi. Dalam hal saya pikir tak jadi soal kalau masyarakat "diprovokasi" untuk melibatkan diri dalam pembangunan sektor pariwisata.
Kalau ingin berhasil pembangunan sektor pariwisata di Sabang, maka pilihannya menurut Fakhrul tak ada lain, masyarakat harus diberikan pemahaman apa manfaat pariwisata bagi mereka. Pandangan Fakhrul dalam amatan saya ada benarnya jika dilihat dari realitas masyarakat Sabang hari ini. Dengan mengecualikan masyarakat di sekitar daerah obyek wisata, maka umumnya masyarakat Sabang masih belum menilai adanya manfaat dan peluang yang bisa mereka raih dari sektor ini.
Padahal ada sejumlah peluang pekerjaan dan bisnis yang bisa mereka dapatkan, misalnya saja dengan menjadi pemandu wisata (guide), membuka bisnis suvenir, maupun menjual jasa yang berkaita dengan sektor wisata. Atau menjadi agen dan biro perjalan ke Sabang (inbound tour).(kpw).
No comments:
Post a Comment