26 December 2013

TUJUH DAYA TARIK KM NOL

Dari Soal Nasionalisme Sampai Tingkah Unik Si Bro Babi Jinak Kunjungan wisatawan ke suatu destinasi wisata lazimnya dipengaruhi adanya daya tarik yang dapat dinikmati wisatawan. Seringkali, destinasi yang tidak memiliki daya tarik yang bagus gagal mempertahankan jumlah kunjungan wisatawan, atau bahkan bisa kehilangan pengunjung. Karena itu, penting bagi suatu destinasi wisata untuk memperkenalkan daya tariknya dalam beragam aspek dan sudut pandang. Seperti halnya destinasi wisata Kilometer Nol di Kota Sabang. Sekalipun berada di kawasan paling ujung di bagian barat Pulau Weh, destinasi ini tetap saja jadi tempat wisata favorit bagi wisatawan. Sebenarnya, bukan Cuma wisatawan yang kepincut dengan keberadaan titik yang menjadi permulaan perhitungan territorial wilayah Republik Indonesia. Pasalnya, setiap pejabat daerah maupun pusat serta selebriti yang datang ke Sabang, kunjungan ke KM Nol menjadi salah satu rangkaiain kegiatan yang jarang dilewatkan. Beberapa selebriti dan public figur yang tercatat datang ke KM Nol antara lain Nicholas Saputra, Iwan Fals, Ari Wibowo, Nadine Chandrawinata, Marischka Prudence, Habiburrahman El-Shirazi dan banyak lagi. Maklum saja, bagi wisatawan nusantara, para pejabat publik maupun selebriti di Negara ini merasa lebih special jika sudah menjejakkan kakinya di titik nol itu. Lalu sebenarnya apa sih yang jadi daya tarik KM Nol ini? Sekilas memang tak ada yang luar biasa dari kawasan Kilometer Nol ini, apalagi posisinya jauh dari perkotaan dan kawasan wisata terdekat Iboih dan Gapang. Akan tetapi beberapa hal dibawah ini layak jadi acuan kenapa KM Nol jadi lebih favorit. SATU# Alam dan Lingkungan Alam dan lingkungan di sekitar Tugu Kilometer Nol menjadi daya tarik yang tak bisa diabaikan. Kondisi hutannya yang masih hijau dan rimbun, membuat suasana di sekitar lebih teduh, sejuk, nyaman dan hening karena jauh dari kebisingan dan kerumunan. Melihat keindahan panorama laut lepas dan mengintip keberadaan Pulau Rondo sebagai pulau terluar dari celah-celah pepohonan adalah hal yang tak bisa dilewati. Dan yang paling spesial adalah ketika hari beranjak senja, wisatawan bakal disuguhkan pemandangan indah detik-detik menjelang matahari terbenam (sunset). Ini termasuk momen yang paling ditunggu para wisatawan yang khusus datang ke sini. DUA# Tugu dan Nasionalisme Tugu yang di atasnya terdapat penanda posisi koordinat dan batu prasasti yang ditandatangani Prof BJ Habibie, Menristek era Presiden Soeharto adalah diantara bagian yang berharga di tempat itu. Selebihnya memang hanya beton biasa yang berbalut porcelain putih. Tetapi, justru itulah acap menjadi tumpuan bidikan kamera para pengunjung. Dan satu hal yang tak dapat dipungkiri adalah soal nasionalisme. Rasa kebangsaan itu serasa hinggap sampai diubun-ubun, selagi membayangkan sudah berada di titik awal wilayah NKRI ini. Apalagi buat pejabat public, sungguh bakal ketinggalan jika belum pernah menjejakkan kakinya di kilometre nol, sebagai salah satu kawasan terluar di bagian Barat Indonesia. TIGA# Prasasti dan Grafiti Pernah ke KM Nol saja bagi sebagian wisatawan rasanya belum cukup tanpa ada pembuktian apa-apa. Memang bagi mereka yang berkunjung ke tugu ini bakal mendapat ganjaran berupa sertifikat sebagai pengakuan bahwa mereka sudah pernah ke sini. Tetapi, pengakuan di atas kertas saja buat sebagian wisatawan belumlah seberapa. Mereka ingin yang lebih emosional. Alhasil, pilihan mereka buat semacam prasasti di atas bebatuan atau bahkan dibuatkan khusus dan kemudian disemen di areal dekat tugu KM Nol. Yang lebih instan dan jahil lagi, kehadiran mereka di sini diabadikan pakai cat pilok, dengan model tulisan sekenanya dan suka-suka. Bisa di beton-beton yang ada di sekitar tugu. Mereka umumnya adalah wisatawan yang datang berkelompok dan punya komunitas sendiri. EMPAT# Touring dan Kegiatan Seni Para pegiat touring dengan beragam kendaraan, mulai dari motor skutik, motor bebek, moge hingga mobil offroad kerap menyambangi tugu ini. Para pegiat tourim ini pun tak hanya datang dari dalam negeri, tetapi juga dari negara tetangga Malaysia dan Thailand. Ada juga kegiatan seni budaya maupun olah raga yang peluncurannya dimulai dari kawasan kilometre nol, seperti parade seni bertutur Aceh yang dilakukan oleh Seniman Muda Bahlia pada 2010 lalu, yang start dari Kilometer Nol tepat pada malam pergantian tahun pada 1 Januari 2010. Terakhir pada tahun yang sama juga digelar Festival Kilometer Nol untuk pertama kalinya dengan menghadirkan sejumlah seniman nusantara untuk menulis dan membacakan puisi tentang Sabang dan Kilometer Nol. LIMA# Camping dan Kegiatan Sosial Di area sekitar tugu Kilometer Nol juga acap dijadikan camping ground bagi wisatawan. Mereka memasang tenda-tenda sebagai tempat berteduh. Kegiatan ini biasa digelar di hari-hari libur biasa maupun di malam pergantian tahun. Tidak hanya itu kegiatan-kegiatan social juga banyak yang mengambil tempat di kawasan ini, seperti kegiatan sosial hari relawan yang digelar Palang Merah Indonesia (PMI) pada 2010 silam. ENAM# Hobi Fotografi Aktivitas yang satu ini memang di sini tempatnya. Ada banyak objek yang layak dijepret; dari lautnya, sunset, bahkan flora dan fauna disekitarnya. Apalagi buat yang pingin narsis dan langsung upload ditempat ke berbagai perangkat social media, dijamin bakal banyak yang like dan koment. Pasalnya, foto atau videonya langsung diunggah dari Kilometer Nolnya Indonesia yang tak ada duanya. Buat yang ingin sedikit monumental, bisa ambil jepretan di atas tugu dekat prasasti yang diteken Prof BJ Habibie. Buat yang pingin menjepret satwa, seperti monyet, babi dan sederet jenis burung yang siap untuk ambil gambarnya dalam posisi close up, vertical atau lanskap, pakai lensa biasa atau macro. TUJUH# Monyet Liar dan Babi Jinak Dua hewan ini, Monyet dan Babi boleh dibilang sebagai member setia yang siap jadi “fans” para wisatawan yang datang ke mari. Mereka menggemari wisatawan yang datang dengan harapan bakal dapat saweran berupa makanan yang dilempar ke mereka secara cuma-Cuma. Kedua aktivitas ini boleh kita namai sebagai Monkey Feeding dan Pig Feeding. Bedanya, yang satu berkarakter liar, Monyet. Satunya lagi jinak, dan dia adalah si Bro, sapaan yang sudah melekat pada hewan jenis Babi hutan berkulitan hitam ini. Akan tetapi hidup sebagai Babi Jinak di KM Nol menjadi berkah tersendiri bagi Si Bro, sebab para wisatawan justru lebih tertarik mengamati setiap pergerakannya. Bahkan ada wisatawan yang rela membelikan hanya untuk dibagikan ke Si Bro ini. Kendati bersikap jinak, banyak wisatawan yang tetap merasa was-was berhadapan dengan si Bro. Sebab, biasanya yang namanya Babi hutan itu suka menyerang manusia. Jadi, keberadaan hewan ini bukan hanya menjadi pelengkap daya tari KM Nol, tetapi justru membuat suasana lengang jadi lebih hidup, sehingga tidak mengherankan banyak wisatawan atau travel writer yang kemudian menukilkan kisah tentang si Bro ini di media social seperti yang ditulis blogger Hana Ester dan presenter Marischka Prudence. Ferdi Nazirun Sijabat