Pages

OPINI

14 July 2010

Lomba Foto Pariwisata

Buat yang hobi fotografi, ada kesempatan baik ini untuk membuktikan kalau foto yang kamu buat itu layak dibawa ke kontes. Nah, baru-baru ini badan pariwisata PBB (UNWTO) mengadakan lomba foto internasional bertajuk Tourism Day Photo Competition, temanya seputar pariwisata dan keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati (biodiversity) dinilai memiliki kaitan yang erat dengan sector pariwisata. Kelestarian lingkungan menjadi factor pendukung bagi berkelanjutannya pariwisata di seluruh dunia.

Pesertanya gak terbatas lo. Siapa saja boleh ikut, asal punya kamera tentunya he he. Pakai kamera pinjaman juga boleh, yang pentingkan fotonya. Makanya, kalau lagi jalan-jalan di dekat obyek wisata dan lingkungan jangan cuma "sangak" aja, mending dijepret aja. Kalau mau tau infor lengkapnya, berikut cara mengirimnya, sila aja klik link ini : http://www.unwto.org/worldtourismday/photocompetition/home_photo.php

Saya doakan lo mudah-mudahan ada yang dari Indonesia yang jadi juara. Tapi, jangan lupa doakan saya juga ya. Pasalnya, hadiah pertama bisa jalan-jalan ke China.Bukan itu aja, empat orang runner up bisa dapat kamera digital. wiuh…pingin kirim segera ni.

12 July 2010

Hmm…Enaknya … Gurita…



Saya orang yang dibuat surprise dengan gurita. Maklum, seumur-umur saya baru mengecap enaknya menyantap Gurita di usia 27 tahun. Itu pun sewaktu saya sudah bermukim di Sabang. Sebelumnya sewaktu tinggal di Laweueng, Padang Tiji, Lueng Putu, Pidie, bahkan Banda Aceh sekalipun saya tak pernah mengenyam hewan air yang satu ini.
Suatu kali, keluarga saya memasak Gurita, sebagian di goreng selebihnya di masak rendang. Wah…rasanya bukan main. Padahal cuma digoreng biasa saja. Hmm….gak rugilah kalau ada yang mau coba tantangan kuliner Gurita. Saya pernah membayangkan kalau Gurita itu dagingnya pasti lebih a lot dari Sotong. Ternyata, kalau “diolah” dengan cara-cara tertentu justru enak digigit dan pingin nambah.
Rupa-rupanya, warga Sabang punya tradisi turun temurun dalam mengolah Gurita yang sempat jadi bintang di Piala Dunia 2010, lewat aksi klenik si Gurita Paul. Berikut tips mengolah Gurita :
1. Gurita dibersihkan lendir dan kotorannya.
2. Kemudian ditumbuk-tumbuk dengan benda tumpul, biasanya alat yang digunakan
adalah alu (bahasa Aceh : Alee beuso) sampai terlihat lembek dan agak
berbeda dari kondisi aslinya.
3. Setelah itu barulah guritanya direbus dengan dicampurkan daun kuda-kuda
alias on geureundong.
4. Jika sudah masak, daging gurita siap dipotong-potong untuk dimasak sesuai
selera.
Kalau proses ini sudah dilewati, Gurita jadi lebih enak. Mau disate, digoreng aja, atau bahkan direndang, ditumis pun rasanya cukup nikmat. Cuma sayangnya, kuliner Gurita di Sabang masih produk rumahan, konsumsi di rumah belaka. Paling yang sudah masuk ke pasaran cuma Sate Gurita. Nah, silakan mencoba tantangan kuliner Gurita.
Foto : www.gudangmateri.com/2010/02/gurita.html

01 July 2010

Pariwisata Berbasis Syariat Islam



Dari Dialog Budaya Aceh 2010

Gagasan tentang pariwisata berbasis Syari'at Islam mengemuka dalam Dialog Budaya : Pariwisata Sabang Berbasis Syariat Islam,yang digelar Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh di Aula Dishubkominfo Sabang, Sabtu (26/6). Pariwisata berbasis syariat di satu sisi dipandang sebagi peluang, tapi disisi lainnya menjadi tantangan tersendiri.

Dialog itu menampilkan tiga pembicara, Prof Misri A Muchsin (IAIN Ar-Raniry), Totok Yulianto (Pelaku Wisata), Tgk Ramli Yusuf (Mantan Ketua MAA Sabang) yang dipandu Mantan Ketua KNPI Sabang Sofyan Adam SH. Misri mengulas tentang pandangan Islam tentang pariwisata, dimana ada anjuran melakukan perjalanan untuk mencari ilmu dan rizki.

Diakuinya, masih ada pandangan negatif terhadap sektor wisata di kalangan ummat Islam, khususnya terkait dengan budaya impor yang bertentangan dengan syariat Islam. Dia mengetengahkan tiga konsep pariwisata Islami, pertama ekonomi pariwisata Islami. Wisata difokuskan antarnegara muslim. Potensi ini belum tergarap dengan baik. Negara-negara muslim di dunia adalah pasar baru yang perlu digarap dengan baik, dan menjadi alternatif terhadap pasar Amerika dan Eropa.

Kedua, Konsep pendidikan budaya pariwisata Islam dengan mengarahkan pengembangan budaya Islam di sektor pariwisata. Tujuannya untuk memperkuat nilai budaya Islam. Ketiga, konsep religius konservatif pariwisata Islami, dengan menjadikan industri pariwisata sesuai dengan aturan syariat Islam. Kebutuhan terhadap konsep ini akan meningkat seiring meningkatnya kesadaran bersyariat.

Sedangkan kekhawatiran masyarakat terhadap dampak negatif pariwisata, menurut pelaku wisata Totok Yulianto adalah hal yang wajar. Dan ini menjadi tantangan tersendiri. Sebab, masyarakat Aceh akan selalu menjaga daerahnya dari kegiatan yang bertentangan dengan syariat.Akan tetapi, pelaksanaan syariat Islam di Aceh tidak akan menghalangi upaya menarik arus wisatawan mancanegara. Sebab, di manapun wisatawan mancanegara itu menghargai aturan dan adat yang berlaku di daerah yang dikunjunginya.

Kepala Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh, Djuniat SSos menyebutkan kegiatan dialog dalam rangka Hut Kota Sabang ke-45 ini bertujuan memberikan wawasan kepada masyarakat mengenai hubungan positif antara pariwisata, budaya dan agama. Sehingga tidak menimbulkan kesalahan persepsi terhadap pariwisata Sabang.